Akhir Hidup Para Hitokiri dan Battosai si Pembantai: Tak Seperti di Manga dan Film #4
Tidak banyak literasi mengenai Tanaka Shinbei dan Kirino Toshiaki –dua Hitokiri lain selain Kawakami Gensai dan Okada Izo dari era Bakumatsu. Mereka memilih jalan pedang hingga akhir hayat.

Oleh:
Faisal Rahman, Chief in Editor DEKADE.ID
MENURUT catatan sejarah, Tanaka Shinbei melakukan pembunuhan sejak 1860 ketika Shogun klan Tokugawa masih berkuasa. Dia dipercaya bekerja dibawah komando Takechi Hanpeita –pemimpin Tosa Kinno-to. Aksinya yang paling terkenal terjadi ketika menghabisi nyawa Li Naosuke –salah satu pejabat Shogun klan Tokugawa.
Korban Shinbei tersebut memang bukan orang sembarangan. Naosuke adalah Daimyo di Hikone. Dia pula merupakan salah satu Tairo di pemerintah Shogun klan Tokugawa. Tairo atau Go Tairo berarti Dewan Lima Tetua. Tairo adalah kelompok yang terdiri dari lima penguasa feodal terkuat yang dibentuk 1598. Apalagi, Naosuke juga merupakan tokoh penting terjadinya penandatanganan Perjanjian Harris –perjanjian pertama The Ansei Treaties– dengan Amerika Serikat yang memberikan akses ke pelabuhan untuk perdagangan kepada para pedagang dan pelaut Amerika serta ekstrateritorial kepada warga Amerika.
Shibei sebenarnya memiliki latar belakang keluarga petani miskin. Makanya, sebelum pembunuhan Naosuke terjadi, Shibei kerap dianggap sebelah mata oleh para samurai lain. Kendati begitu, aksinya dituding sebagai pemicu kekerasan dan pembunuhan lain selama bertahun-tahun di Jepang, terutama di Edo –Kyoto, ibukota Jepang dulu.
Pembunuhan kepada Naosuke memang hanya satu dari sekian pembunuhan yang dilakukan para Hitokiri di era 60-an sebelum pasukan Shinsengumi dibentuk oleh Tokugawa Yoshinobu. Kendati begitu, diantara tiga Hitokiri lain, Shibei disebut-sebut melakukan pembunuhan paling banyak. Sayangnya, tak ada catatan khusus mengenai jumlah korban. Lantaran kebengisan itu, dia bahkan dijuluki “Ansatsu Taicho” atau “Kapten Pembunuh”.
Di pelbagai literasi, korban Shinbei disebut tak hanya Naosuke. Sederet nama yang pro terhadap Shogun klan Tokugawa, dibantai tanpa ampun. Diantaranya adalah Shimada Sakon, Ukyo Omokuni, dan Homma Seiichiro –politisi yang mendukung pemerintah Shogun klan Tokugawa. Shinbei juga dicurigai melakukan pembunuhan terhadap seorang perempuan muda bernama Komichi.
Pada akhirnya, pembunuhan yang dilakukan Shibei terhenti dalam sebuah momen. Dia tertangkap tangan saat melakukan pembunuhan seorang pejabat senior Shogun klan Tokugawa, Anegakoji Kintomo. Shibei kemudian dibawa ke Kyoto dan diinterogasi. Di saat itulah, Shibei konon diberi pilihan; mengaku atau mengakhiri hidupnya sendiri. Shibei pada akhirnya memilih melakukan Seppuku.
Sosok di Hitokiri terakhir adalah Kirino Toshiaki. Nama lainnya adalah Nakamura Hanjiro. Aliran pedangnya yang terkenal adalah Ko Jigen-ryu –cabang dari aliran pedang Jigen-ryu. Seperti Kawakami Gensai, aliran pedang ini juga mengandalkan kecepatan. Toshiaki tercatat melakukan pembunuhan di awal dan pertengahan 60-an. Aksinya sebagian besar berpusat di Kyoto. Sayangnya, tidak ada pernyataan resmi mengenai jumlah korban yang dibunuhnya.
Toshiaki sempat menjadi salah satu petinggi angkatan darat kekaisaran Jepang di awal pemerintahan Meiji setelah Perang Boshin. Kehidupannya berubah tatkala kekaisaran yang dibelanya membuka pintu kerjasama dengan pihak asing. Toshiaki yang kecewa lalu membelot. Dia bergabung dengan pasukan Saigo Takamori –salah satu samurai berpengaruh di Jepang.
Takamori merupakan salah satu dari tiga bangsawan besar yang memimpin Restorasi Meiji. Dia memimpin penggulingan pemerintah Shogun klan Tokugawa, yang kemudian berbalik menjadi lawan pemerintah Meiji setelah melihat Kekaisaran Jepang begitu lemah. Di titik itu, Toshiaki didapuk menjadi komandan pasukan dan terlibat dalam Pemberontakan Satsuma.
Pemberontakan Satsuma sendiri tercatat dalam sejarah Jepang sebagai perang saudara terbesar dan terakhir di Jepang. Dalam pemberontakan ini, para samurai dari klan Satsuma yang dipimpin Saigo Takamori melakukan perlawanan terhadap tentara kekaisaran Jepang. Perang Satsuma berlangsung selama 11 bulan sejak awal Pemerintahan Meiji.
Meski anti barat, hal menarik dari Toshiaki adalah dia sangat suka menggunakan Eau de cologne –parfum– dari Prancis. Kirino bahkan menggunakan parfum tersebut saat pertempuran terakhirnya di Shiroyama. Pada akhirnya, Kirino tetap menghunus pedangnya bersama Takamori. Dia kemudian terbunuh di akhir pemberontakan. Jenazahnya kemudian dimakamkan bersama Takamori dan para samurai legendaris lainnya. Diantaranya Beppu Shinsuke, Katsura Hisatake, Murata Shinpachi, Shinohara Kunimoto, dan Oyama Tsunayoshi. Mereka dikubur di pemakaman Nanshu yang terletak di Kagoshima.
Bila ditelusuri, kehidupan Toshiaki sebenarnya hampir sama seperti Gensai. Dia memiliki istri bernama Hisa yang juga terampil dalam bela diri. Dalam sebuah karya seni Ukiyo-e, Hisa bahkan digambarkan terlibat dalam pemberontakan melawan Pemerintah Meiji dan memimpin pasukan perempuan. Tak seperti Toshiaki, Hisa berhasil selamat dan hidup hingga 1920. (*)