Wisata di Desa Sumber Sari Terancam Illegal Mining
Desa Sumber Sari di Kecamatan Loa Kulu --Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar)-- jadi contoh konkret bagaimana aktivitas tambang batu bara mengancam kehidupan masyarakat. Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kalimantan Timur (Kaltim), mengungkapnya saat audiensi bersama Penjabat (Pj) Gubernur Kaltim Akmal Malik, pekan ini.
KECAMATAN Loa Kulu menjadi satu dari sekian wilayah yang disorot Jatam Kaltim. Di sana, dugaan aktivitas illegal minning terjadi di sejumlah lokasi. Selain Desa Sumber Sari, akivitas serupa juga berlangsung di Dusun Merangan, Desa Loh Sumber, sejak 2022. Dua lokasi lainnya adalah lokasi pelabuhan dan penumpukan batu bara di Rukun Tetangga (RT) 1, Desa Teluk Dalam –Kecamatan Tenggarong Seberang– serta RT 18 di Jalan Yos Sudarso.
Dalam audiensi, Jatam Kaltim bersama perwakilan warga Desa Sumber Sari, bahkan mengajukan permohonan pencabutan atau pembatalan izin usaha pertambangan batu bara seluas 3.411 hektare. Tuntutan itu ditujukan kepada perusahaan berinisial PT B yang beroperasi di Desa Sumber Sari dan telah terdaftar di Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM).
“Mayoritas pekerjaan warga Desa Sumber Sari adalah sebagai petani dan pengelola kolam pembibitan ikan. Perekonomian warga sangat bergantung pada alam,” ucap Dinamisator Jatam Kaltim, Mareta Sari.
Ditambah lagi, ucapnya, ada Surat Keputusan (SK) Bupati Kukar Nomor 01.1/590/PL/DPPR/II/2022 tertanggal 24 Februari 2022, tentang penetapan kawasan pertanian komoditas padi di KKukar. “Jadi sudah seharusnya izin pertambangan dan izin lingkungannya (perusahaan PT B yang beroperasi di Desa Sumber Sari, Red.) dicabut,” ujarnya.
Itu sebabnya, Mareta Sari mendesak, Pj Gubernur Kaltim Akmal Malik untuk mengeluarkan surat rekomendasi pencabutan izin tambang untuk PT B. Diantaranya ke Menteri ESDM Arifin Tasrif, Direktorat Jenderal (Dirjen) Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM, Menteri Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Siti Nurbaya, hingga Direktorat Jenderal (Ditjen) Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan.
Bagi Mareta Sari, desakan ini disampaikan karena operasi tambang PT B akan menyebabkan sejumlah dampak. Mulai dari ancaman produksi pangan seluas 1.416 hektare, dimana 80 persennya adalah kawasan pertanian. “Selain padi, Desa Sumber Sari juga menghasilkan sayur-sayuran dan hortikultura. Letaknya di dua RT, yaitu RT 8, RT 9, dan RT 10. Luas lahan untuk sayur-sayuran diketahui mencapai 50 hektare,” ungkapnya.
Selain hal tersebut, ancaman berikutnya adalah lenyapnya potensi andalan ekowisata di Desa Sumber Sari yang cukup terkenal di Kaltim. Yakni ekowisata pendakian Puncak Bukit Biru di RT 09 Desa Sumber Sari. Tempat ini telah menjadi ikon dan tak hanya didaki toleh wisatawan lokal, anak-anak muda serta pecinta alam. Tetapi juga sudah didaki oleh pelbagai pejabat daerah hingga Bupati Kukar Edi Damansyah.
“Berbagai lokasi atau situs wisata lain juga terancam oleh operasi penambangan ini. Diantaranya wisata embung mata air di RT 08, wisata sejarah terowongan lori batu bara peninggalan Belanda dan Jepang di RT 04 dan RT 02, hingga wisata edukasi kebun sayur mayur dan 10 homestay untuk wisatawan,” ulas Mareta Sari.
Jatam Kaltim menyimpukan, semuanya akan kehilangan daya tarik. Pun kunjungan wisatawan menjadi turun. Terutama jika kelestarian alam serta lingkungan hidup di sana rusak hingga tercemar karena dugaan aktivitas pertambangan batu bara ilegal.
“Jika terjadi, maka ini berarti lenyapnya pendapatan yang sah. Yakni tambahan dari sektor pariwisata lokal yang termasuk pemasukan bagi pemerintah daerah dan negara,” tuturnya. “Apalagi Desa Sumber Sari juga telah ditetapkan sebagai desa wisata sesuai dengan SK Bupati Kuar Nomor 602/SK-BUP/HK/2013, tanggal 23 Agustus 2013. tentang Penetapan Lokasi Desa Wisata di Kukar,” timpal Mareta Sari. (re)