Dibalik Pilkada Dulu dan Sekarang: Dimulai dari Pak Kaning (2)
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Kalimantan Timur (Kaltim) medio 2005 menjadi tonggak sejarah. Rakyat di dua kabupaten/kota --Kutai Kartanegara (Kukar) dan Samarinda-- akhirnya bisa memilih langsung pemimpin yang mereka inginkan di bilik suara.
DI Kota Raja, pasangan Syaukani Hasan Rais-Samsuri Aspar menjadi kepala daerah pertama di Kaltim yang dipilih langsung oleh rakyat. Keduanya dilantik sebagai bupati dan wakil bupati Kukar periode 2005-2010 pada 13 Juli 2005, setelah menang di Pilkada Kukar pada 1 Juni 2005.
“Di Kukar, terpilihnya pak Kaning menjadi sejarah Pilkada langsung di Kaltim,” kata Saiful Bahtiar –pengamat politik dari Universitas Mulawarman (Unmul)– mengisahkannya saat Sosialisasi Pendidikan Politik di Apokayan Ball Room, Lantai 3, Hotel Horizon –Kota Samarinda– belum lama ini.
Di tahun yang sama, giliran Kota Tepian yang menggelar Pilkada langsung. Achmad Amins yang berpasangan dengan Sjaharie Jaang, terpilih sebagai walikota dan wakil walikota Samarinda pada 19 September 2005. “Inilah proses transformasi politik yang penting, dari dipilih DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Red.) menjadi ipilih oleh rakyat,” ujar Saiful Bahtiar.
Sepanjang Pilkada langsung di Kaltim, sejumlah kabupaten/kota juga mencatat peristiwa penting. Misalnya, ada pasangan calon kepala daerah yang melawan kotak kosong. Namun justru menang. Diantaranya pasangan Edi Damansyah-Rendi Solihin di Kabupaten Kukar, dan Rahmad Mas’ud-Thohari Azis di Kota Balikpapan.
Dalam catatan Saiful Bahtiar, di kabupaten/kota lain di Kaltim saat ini juga banyak calon tunggal yang belum miliki pasangan namun diprediksi bakal maju di Pilkada. Sebut saja seperti Rendi Solihin di Kabupaten Kukar, Gamalis dan Sri Juniarsih Mas di Kabupaten Berau, Basri Rase dan Najirah di Kota Bontang, hingga Rahmad Mas’ud di Kota Balikpapan.
“Di Samarinda yang mengemuka baru calon tunggal, belum ada pasangan. Namun yang jelas, Pilkada langsung memberikan ruang bagi warga negara untuk maju di jalur perseorangan (independen, Red.) maupun lewat parpol (partai politik, Red.),” ucapnya.
Perihal jalur independen, baik calon tunggal maupun calon yang berpasangan, Saiful Bahtiar memberikan catatan khusus. Sebab di Pilkada Kaltim 2013 lalu, salah satu pasangan calon gubernur-wakil gubernur Kaltim sempat tersandung kasus Kartu Tanda Penduduk (KTP) ganda. Dimana, satu Kartu Tanda Penduduk (KTP) milik warga di-copy menjadi berpuluh-puluh lembar.
“Kan syarat untuk maju di jalur independen harus ada dukungan dari masyarakat berupa fotokopi KTP. Tapi setelah dikroscek, pemilik KTP bahkan mengaku tidak pernah memberikan dukungan kepada pasangan itu. Disinyalir, KTP ini diperoleh dari pelbagai sumber,” urainya. (fai)