PP 25 Tahun 2024 Dianggap Tak Libatkan Partisipasi Publik
Peraturan Pemerintah (PP) terkait kebijakan energi nasional sedang dirancang. Diharapkan segera dibahas legislator di Senayan.
BATUBARA masih memiliki peran penting. Terutama dalam konteks penyediaan energi di Indonesia saat ini dan di masa mendatang. “Meskipun harus ada upaya serius untuk menguranginya,” ucap Dina Nurul Fitria, Anggota Dewan Energi Nasional (DEN), saat menjadi narasumber di diskusi “PP 25 Tahun 2024: Hambatan Bagi Transisi Energi?”, Rabu 19 Juni 2024, di Jakarta Pusat, dalam rilis resmi yang diterima Dekade.
Ia mengakui, kebijakan energi nasional masih belum sepenuhnya dapat diimplementasikan dengan baik. Hal ini tentu menjadi perhatian bagi seluruh pemangku DEN untuk terus dilakukan perbaikan. Saat ini, ujar Dina Nurul Fitria, DEN sedang merampungkan rancangan Peraturan Pemerintah (PP) terkait dengan kebijakan energi nasional. Harapannya, PP ini dapat menjadi panduan bagi pelaksanaan transisi energi ke depan. “Mudah-mudahan PP ini dapat segera dibahas bersama DPR (Dewan Perwakilan Rakyat, Red.) dalam waktu dekat ini,” ungkapnya.
Di tempat yang sama, Sekretaris Jenderal Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (PERHAPPI) Resvani, menekankan pentingnya perbaikan tata kelola sektor pertambangan untuk mendukung pelaksanaan transisi energi. Menurutnya, lonjakan produksi batubara yang tidak terkendali, masalah sosial dan lingkungan, hingga penambangan liar, sebenarnya dapat diselesaikan dan dimitigasi ke depannya. “Bahkan tanpa harus melakukan moratorium izin baru tambang batubara,” jelasnya.
Sementara itu, Fajri Fadhilah, perwakilan Koalisi #BersihkanIndonesia mengingatkan komitmen serius Pemerintah dalam pelaksanaan transisi energi di Indonesia. “Komitmen dan keseriusan Pemerintah justru dipertanyakan dengan adanya PP (Peraturan Pemerintah, Red.) 25 Tahun 2024. Dampak perubahan iklim begitu nyata saat ini. Sudah saatnya kita beralih dari batubara bukan malah dieksploitasi terus menerus dengan menggunakan paradigma lama, sumber devisa,” bebernya.
Fajri Fadhilah menjelaskan, problem mendasar dalam penyusunan PP 25 Tahun 2024 ini adalah ketiadaan transparansi dan partisipasi publik. “Ini seperti sudah menjadi kebiasaan di era Presiden Joko Widodo. Banyak peraturan-peraturan yang dibuat minim transparansi partisipasi publik, termasuk PP
25 Tahun 2024 ini,” tegasnya.
“Kuncinya ada di perbaikan tata Kelola. Ada banyak koridor baik dari mulai sisi konstitusi sampai dengan teknisnya. Jangan sampai koridor tersebut ditabrak,” timpal Fajri Fadhilah yang juga merupakan peneliti Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) ini.
Sebagai informasi, dalam diskusi “PP 25 Tahun 2024: Hambatan Bagi Transisi Energi?”, hadir sejumlah narasumber lain. Diantaranya Koordinator Nasional Publish What You Pay (PWYP) Indonesia Aryanto Nugroho, dan Koordinator Kelompok Kerja (Pokja) 30 Kalimantan Timur (Kaltim) Buyung Marajo. (re)