Warta

Akademisi Kaltim Pertanyakan Keputusan Gubernur Tunjuk Dua Dewas dari Sulsel

Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Mulawarman (Unmul), Dr. Iwan Muhammad Ramdan, S.Kp., M.Kes., mengkritik kebijakan Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim) terkait penunjukkan dua anggota Dewan Pengawas (Dewas) di dua Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD).

Seperti diketahui, melalui Surat Keputusan (SK) Gubernur Kaltim Nomor 100.3.3.1/K/94/2025, dua anggota Dewas ditunjuk . Mereka adalah Dr. Syahrir A. Pasiringi yang ditunjuk sebagai anggota Dewas di RSUD Abdoel Wahab Sjahranie (AWS) Kota Samarinda. Serta Dr. Fridawaty Rivai yang ditunjuk untuk RSUD Kanudjoso Djatiwibowo di Kota Balikpapan.

Iwan menekankan, pentingnya kepatuhan terhadap regulasi dalam pengangkatan Dewas. “Kita harus patuh pada aturan. Pengangkatan Dewas harus melalui tahapan sesuai Permendagri (Peraturan Menteri Dalam Negeri, Red.) Nomor 79 Tahun 2018 tentang BLUD (Badan Layanan Umum Daerah, Red.) dan PP (Peraturan Pemerintah, Red.) Nomor 47 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perumahsakitan,” jelasnya.

Iwan menguraikan, pengajuan calon Dewas seharusnya dilakukan oleh kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kaltim sebagai pimpinan Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Bukan oleh rumah sakit secara langsung. Hal ini penting untuk memastikan bahwa proses berjalan sesuai prosedur dan tidak menyalahi wewenang.

“Dewas seharusnya memahami konteks dan masalah kesehatan lokal. Kenapa bukan putra daerah yang dipilih?” terang Iwan, mempertanyakan alasan penunjukan dua sosok dari luar Kaltim tersebut untuk jabatan strategis di dua RSUD.

Ia berharap, proses pengangkatan Dewas di Kaltim menjadi contoh tata kelola pemerintahan yang baik dan melibatkan partisipasi publik. Sebab, polemik ini tidak hanya menimbulkan isu keadilan dan keberpihakan. Tetapi juga menimbulkan keraguan terhadap efektivitas pengawasan.

“Anggota Dewas yang tidak berdomisili di wilayah pengawasan, dinilai akan sulit memahami dinamika, kebutuhan, dan persoalan yang terjadi di lapangan secara langsung,” terangnya.

Sementara itu, pengamat kebijakan publik dari Unmul, Saipul Bachtiar, mempertanyakan efektivitas penunjukan tersebut. Terutama karena sejumlah nama diketahui berdomisili di Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel).

“Ibarat gajah di pelupuk mata tak tampak, rusa di seberang lautan tampak,” katanya, menyayangkan keputusan tersebut. Ia menilai pengawasan dari jarak jauh akan sulit berjalan efektif.

Saipul menegaskan, rumah sakit adalah institusi layanan publik yang membutuhkan pengawasan ketat, terutama terkait keluhan masyarakat soal antrean dan kualitas pelayanan. Oleh karena itu, ia berharap gubernur lebih mengutamakan sumber daya manusia (SDM) lokal yang dinilai lebih memahami konteks dan kebutuhan spesifik masyarakat Kaltim.

“Kaltim memiliki banyak tenaga ahli dan akademisi yang kompeten di bidang pelayanan publik dan kesehatan, sehingga tidak ada alasan untuk tidak mengutamakan figur dari daerah sendiri,” ujarnya. (*)

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button